Tegar, Raihana Ceritakan Perjuangan Pahitnya Kehidupan saat Seleksi Penerima KIP-Kuliah
BANJARMASIN – Selasa (1/10/2024), saat Tim Humas memasuki ruang Bagian Akademik dan Kemahasiswaan di Gedung Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), terdengar isakan tangis. Ditelusuri, sumber suara berasal dari sebuah ruangan pelaksanaan wawancara calon penerima Beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah.
Ada seorang mahasiswi duduk tepat di depan pewawancara, sekotak tisu berada di depannya. Air mata mengalir di pipinya sederas hujan di awal Oktober. Berlembar-lembar tisu yang telah dipakainya tak mampu membendung. Serak suaranya tersedu-sedu saat menjawab pertanyaan pewawancara.
Ia menceritakan tentang cita-cita untuk memuliakan ibunya yang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Keterbatasan ekonomi menantangnya untuk membuktikan kepada dunia, bahwa dia mampu untuk berkuliah dan meraih gelar sarjana.
Tidak mempunyai rumah, ia dan keluarganya hanya bisa menyewa kontrakan yang sempit. Itupun dihuni oleh 6 orang anggota keluarganya. Kondisi itu, terkadang memaksanya harus tidur di rumah nenek, sekadar mencari tempat yang lebih tenang dan nyaman agar bisa mengerjakan tugas.
“Karena rumah tidak cukup, ulun kadang tidur di rumah nenek,” jawab Raihana Maisarah ketika ditanya tentang tempat tinggalnya.
Keterbatasan ekonomi sudah dialaminya sejak kecil. Kini, ia berjuang untuk bisa mendapatkan beasiswa, dengan harapan bisa mengantarkannya menuntaskan kuliah, demi mengangkat martabat keluarga, terutama ibu tercinta yang menjadi motivasi besarnya untuk sukses meraih cita-cita.
Ia bercerita, bisa menyelesaikan sekolah sampai tingkat SLTA bukan karena mampu secara ekonomi, namun prestasi akademiknya yang cemerlang turut mengantarkannya mendapatkan bantuan pendidikan.
“Selama bersekolah mendapatkan beasiswa prestasi, sehingga bisa meneruskan sekolah sampai selesai,” jawab Raihana.
Keterbatasan ekonomi membuat ayahnya tidak mampu membiayai kuliahnya.
“Tidak usah kuliah, bekerja saja,” ujarnya menirukan perkataan ayahnya.
Jika nanti kenyataan tidak berpihak kepadanya, ia tidak akan berputus asa dan tetap semangat untuk berkuliah. Nasihat mama tercinta akan selalu diingatnya.
“Pesan mama kalau tidak dapat KIP-Kuliah, tidak apa-apa, mungkin ada yang lebih memerlukan dari kita, yang penting kita sudah berusaha,” ujar Mahasiswi Fakultas Syariah itu dengan penuh keyakinan.
Raihana mengatakan, pilihannya memilih Prodi Hukum Keluarga Islam karena kecintaannya kepada ilmu hukum, sehingga ia ingin mendalaminya di bangku kuliah. Kondisi ekonomi tidak dijadikan alasan untuk berhenti dalam belajar.
“Setiap ulun melangkahkan kaki, semuanya demi mama, motivasi terbesar ulun adalah mama. Ulun adalah harapan keluarga. Tidak ada yang sarjana, ulun harus sarjana. Ulun mau buktikan bisa kuliah dan selesai tepat waktu,” ujarnya menuntaskan wawancara.
Penjaringan penerima beasiswa KIP-Kuliah di UIN Antasari berlangsung ketat. Selain seleksi administrasi juga dilaksanakan wawancara. Menurut Ahmad Rifai, S.Ag., M.H.I., hal ini bertujuan agar tepat sasaran, menyasar mereka yang benar-benar layak mendapatkan.
“Kriterianya yang utama adalah berasal dari keluarga tidak mampu dan juga prestasinya selama bersekolah,” sampai Kasubbag Kemahasiswaan itu.
Selain itu, juga akan dilakukan observasi lapangan, sehingga kondisi sebenarnya dari calon penerimaan KIP-Kuliah akan terlihat.
Wawancara dilaksanakan selama lima hari. Empat hari di kampus 1 dan satu hari di kampus 2.
“Untuk yang di kampus 2, kami para pewawancara yang akan ke sana,” pungkas Rifai.
Menurut salah satu pewawancara, Imaduddin, M.A., tidak ada trik khusus untuk menggali kejujuran peserta tes.
“Yang perlu dilihat adalah konsistensi jawaban,” ujarnya.
(Jam/Fur/Ana)
