Seminar dan MoU dengan IAILM Suryalaya
TASIKMALAYA – Ahad (22/12/2024), Rektor Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin Prof. Dr. H. Mujiburrahman, M.A. mengunjungi Institut Agama Islam Latifah Mubarokiah (IAILM), Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
IAILM merupakan salah satu lembaga pendidikan di lingkungan Pesantren Suryalaya, yang dikenal luas karena peran pemimpinnya, (alm.) K.H. Shohibul Wafa Tajul Arifin yang lebih akrab dipanggil Abah Anom. Beliau adalah mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN), yang jaringannya tersebar hingga Asia Tenggara.
“Saya datang ke sini terutama ingin berziarah ke makam Abah Anom. Alhamdulillah, saya diberi kesempatan juga untuk bertemu dengan civitas academica IAILM dalam rangka penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan UIN Antasari, sekaligus melaksanakan seminar,” kata Prof. Mujiburrahman.
Rektor juga mengatakan, hubungan IAILM dengan UIN Antasari sudah terjalin sejak lama, paling kurang sejak alm. Prof. Dr. Zurkani Jahja (Guru Besar Ilmu Filsafat Islam IAIN Antasari) menjadi ikhwan TQN, dan pernah membawa mahasiswanya berkunjung ke Kampus IAILM. Selain itu, baik di UIN Antasari ataupun di IAILM Suryalaya ada Prodi S-2 Ilmu Tasawuf.
“Karena itu, keduanya perlu menjalin kerja sama dalam melaksanakan tridarma perguruan tinggi,” ungkap Prof. Mujiburrahman.
Rektor IAILM Dr. Asep Salahudin, M.Ag. menyambut baik kerja sama ini. Ia mengharapkan kolaborasi di bidang penelitian dan pembelajaran dapat dilaksanakan. Ia juga memberikan sebuah buku karyanya yang berjudul “Kitab Tritangtu”, yang menguraikan hubungan harmonis antara Islam, kesundaan, dan keindonesiaan.
Sebagai wujud awal kerja sama, dilaksanakan pula seminar tentang “Tasawuf dan Tantangan Budaya Digital” di Pascasarjana IAILM. Hadir para pejabat dan mahasiswa IAILM secara luring dan ada pula yang daring. Sebagian peserta daring juga berasal dari UIN Antasari.
Dr. Asep menyampaikan pengantar seminar. Ia mengatakan, ada tiga sikap orang terhadap teknologi digital: yang senang menerimanya, yang menolak, dan yang realis (menerima dengan catatan).
“Agama tampaknya mendapat tantangan besar di abad digital ini. Namun, ada peluang bagi agama untuk bangkit, yaitu sisi spiritualitasnya yang makin dibutuhkan,” tegas Rektor IAILM.
Dalam presentasinya, Prof. Mujiburrahman mengatakan, budaya digital adalah nilai, praktik, dan perilaku yang muncul akibat penggunaan teknologi digital. Beberapa di antaranya menurut Rektor UIN Antasari memang berseberangan dengan nilai-nilai sufistik seperti narsisme, mengutamakan kuantitas, dan serba ingin cepat.
“Nilai-nilai sufistik seperti rendah hati, bersyukur dengan yang ada, dan bersabar menjalani proses, sebaiknya menjadi anti-tesis terhadap nilai-nilai budaya digital itu,” pungkas Dosen S-2 Ilmu Tasawuf tersebut.
Acara diakhiri dengan serah terima kenang-kenangan dari kedua lembaga.
(Catatan Perjalanan Rektor)
