Ridhahani Fidzi Dikukuhkan Sebagai Guru Besar Bidang Pendidikan Islam UIN Antasari Banjarmasin
Rabu (16/01/2019) Ridhahani Fidzi dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Antasari Banjarmasin berdasarkan SK Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi tanggal 10 Oktober 2018 Nomor: 41495/A2.3.KP/2018.
Ridhahani Fidzi merupakan anak dari H. Saberan Fidzi dan Hj. Maryam. Ia lahir di Kelua, 30 Oktober 1955. Ridhahani juga merupakan alumni UIN Antasari Banjarmasin tahun 1979. Ia juga sempat menjabat sebagai Pembantu Rektor II IAIN Antasari Banjarmasin (2005-2009) dan Ketua LP2M UIN Antasari Banjarmasin (2013-2017)
Pada Rapat Senat Terbuka UIN Antasari Banjarmasin yang digelar di Auditorium Mastur Jahri UIN Antasari Banjarmasin itu, Ridhahani Fidzi menyampaikan pidato pengukuhannya yang bejudul “Revitalisasi Pendidikan Nilai dan Karakter Dalam Proses Pembelajaran di Era Millenial”.Menurutnya, pendidikan nilai akhir-akhir ini semakin mengemuka disebabkan dalam sepuluh tahun terakhir Bangsa Indonesia dilanda oleh krisis multi dimensional yang berpangkal dari krisis nilai, akhlak/karakter, moral, sehingga berdampak pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Berbagai fenomena dan gejala sosial seperti praktik sopan santun yang sudah memudar, kasus-kasus kekerasan, geng motor, fornografi, tauran, bentrok antarwarga, makin membudayanya ketidakjujuran yang tercermin dengan makin meningkatnya korupsi di kalangan pejabat negara, kasus-kasus penyalahgunaan narkoba, kekerasan di kalangan siswa seolah menjadi pemberitaan sehari-hari”, ungkap Ridhahani
Selanjutnya, Suami dari Hj. Srie Wardiatie itu menegaskan bahwa dalam situasi global hari ini, penguatan pendidikan nilai menjadi suatu keharusan. Globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi, namun dengan tidak bermuatan nilai humanisme itu akan menjadi ancaman bagi berkembangnya pendidikan nilai yang lebih mementingkan nilai-nilai kemanusiaan.
Ridhahani juga menyampaikan bahwa karakter mahasiswa atau calon mahasiswa zaman sekarang lebih cenderung belajar secara visual dengan menggunakan internet. “Mereka lebih menyukai mengikuti kuliah yang berisi banyak video atau gambar-gambar. Hal itu tentu menjadi tantangan bagi perguruan tinggi, terutama pendidikan nilai, karena selama ini pendidikan nilai terjadi melalui tatap muka dan interaksi langsung antara mahasiswa dan dosen serta antar sesame mahasiswa”, ujarnya.
Untuk itu, penguatan pendidikan nilai merupakan suatu keniscayaan dilakukan melalui lembaga formal. Proses penguatan pendidikan nilai tersebut menurutnya dapat dilakukan melalui lima metode, yaitu keteladanan, pembiasaan, penasihatan, perhatian/pengawasan dan hukuman. Adapun pendekatan pendidikan nilai yang dapat dilakukan oleh guru secara sinergis, meliputi pendekatan keteladanan, pendekatan berbasis kelas, pendekatan berbasis kultur sekolah dan pendekatan berbasis komunitas.
Terakhir, Guru Besar Pendidikan Agama Islami itu menegaskan bahwa karakter tidak hanya tumbuh dan berkembang pada setiap individu, tetapi juga pada institusi pendidikan seperti sekolah. Karena itu, karakter siswa tidak mungkin tumbuh kembang dengan baik jika masyarakat sekolah dimana siswa berada tidak berkarakter. (rdh-humas)
