Prof Mujib, Puisi Rumi, dan Nyala Api

Prof Mujib, Puisi Rumi, dan Nyala Api

Muhammad Bulkini

“Tulisan ku ini laksana percikan api dan pembacanya itu laksana kapas. Jika kapas itu kering, percikan api akan membakar kapas hingga menyala. Jika kapas itu basah, percikan api itu akan lenyap menjadi debu.”

Kalimat di atas adalah kalimat penutup Prof Mujiburrahman ketika memberikan sambutan dalam acara peluncuran buku terbarunya berjudul Pendidikan Era Digital: Impian dan Harapan di UIN Antasari. Acara yang digelar tertutup, namun agak longgar itu digelar pada Selasa (07/05/2024) kemarin.

Kalimat itu dikutip dari perkataan Syekh Jalaludin Rumi, seorang ulama sufi ternama. Dengan mengutip kalimat itu, agaknya Prof Mujib ingin mengatakan bahwa selama ini ia sudah memimpin UIN Antasari dengan segenap kemampuannya. Bahkan menurut pengakuannya dalam acara itu, pada masa Covid-19, ia bersama “timnya” tetap masuk kantor, dan kerap terlibat memikirkan kemajuan UIN Antasari.

Kebijakan-kebijakan yang ia ambil demi terwujudnya kemajuan di UIN Antasari dituangkannya pada buku tersebut. Dia mengajak civitas akademik untuk “kayuh baimbai” demi tercapainya harapan.

Buku itu adalah percikan api, yang jika bertemu dengan kapas kering, maka ia akan menyala. Namun, jika api berhadapan dengan kapas yang basah, maka api yang menjadi debu.

Dua periode kepemimpinanya tentulah sebuah bukti nyata bahwa nyala itu ada. Andai tidak, satu periode pun cukup saya kira. Namun permasalahannya bukan hanya soal dipantik dan menyala, tapi apakah nyala itu berlangsung lama, atau nyala itu akan padam seiring berakhirnya jabatan pemimpinnya.

Kita tentu tak ingin, bait puisi Chairil Anwar berlaku di UIN Antasari: “Sekali berarti. Sudah itu mati.”

Saat buku itu diluncurkan, masa kepemimpinan Prof Mujib tersisa kurang lebih 1,5 tahun (Mei 2024). Ketua LPM Prof. Dr. H. Syaugi Mubarak Seff, M.A., M.A., CIIQA., yang memberikan kata sambutan pertama, menyoroti pengantar Prof Mujib dalam “Sekapur Sirih” buku tersebut; Prof Mujib mengawali pengantarnya dengan mengingat kematian (masa akhir jabatan). Karena itu, Prof Saugi menilai, orang yang mengingat masa akhir jabatan adalah ciri akhir kepemimpinannya husnul khotimah.

Pada sambutan kedua, Ketua Senat Al-Jami’ah UIN Antasari, Prof. Dr. H. Abdul Hafiz Anshari, AZ, MA  naik ke podium, dia menyoroti beberapa tulisan Prof Mujib yang begitu “mengena”, terutama bagi dirinya. Misalnya bagaimana seorang dosen yang harus memprioritaskan tugasnya dalam mengajar ketimbang menghadiri acara-acara seremonial. “Jangan sampai tugas wajib ditinggalkan hanya karena tugas yang sunat,” begitu kurang lebih permisalan yang dipakai Prof Hafiz. Ada banyak pesan-pesan dalam buku tersebut yang dibutiri Prof Hafiz dalam sambutannya. Tapi karena ia seorang public speaker yang handal, kritikan itu disambut dengan gelak tawa.

Kembali pada soal nyala api. Sebagai alumni yang bekerja dari luar kampus, saya belum dapat menebak, apakah orang-orang yang berada di lingkungan kampus adalah kapas basah ataukah kapas kering. Namun pada saat saya menghadiri peluncuran buku itu, saya punya sedikit gambaran; Seorang dosen yang duduk di samping saya berujar, “Mohon maaf, aku tidak bisa menghadiri acara ini sampai selesai. Ada tugas mengajar.” Dia kemudian berlalu, dengan memberikan bukunya untuk saya. Persis sebagaimana yang diinginkan Prof Mujib dalam bukunya, bahwa dosen harus mengutamakan tugasnya mengajar ketimbang menghadiri acara seremonial. Dan harapan itu terjadi di depan mata saya.

Melihat sikap dosen itu, saya agak optimistis UIN Antasari akan tetap menyala selepas berakhirnya masa jabatan Prof Mujib. Ada banyak orang ikhlas di sana, yang mengajar maupun bekerja bukan semata karena uang, tapi karena pengabdian keilmuan. Saya mengumpamakan mereka itu dengan kapas yang basah, namun basahnya bukan mengandung air, tapi minyak kelapa; Ketika dinyalakan, nyalanya akan bertahan lama.

Tapi persoalannya kemudian, bagaimana jika nyala api itu tiba-tiba padam? Entah karena angin yang bertiup kencang atau terkena tetesan hujan. Masih adakah sosok pemimpin yang bisa memantik api, membakar dirinya, lalu menyalakan orang-orang di sekelilingnya? Kita belum tahu. Dan saat-saat seperti itulah, orang seperti Prof Mujib akan lebih dirindukan.(*)