Kajian Virtual: Sarana Membersamai Umat dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

oleh  :  Afifah Linda Sari*

Memasuki masa kenormalan baru atau lebih trennya disebut dengan New Normal, tidak lantas membuat kita lengah akan protokol kesehatan yang telah ditentukan di sejumlah fasilitas publik, terlebih lagi untuk menjaga kesehatan individu masing-masing. Kembalinya aktifitas yang selama ini banyak di rumah saja sudah boleh kembali dilakukan di perkantoran, tempat ibadah, pusat perbelanjaan, pelayanan umum lainnya, hanya saja untuk sekolah-sekolah akan tetap dilaksanakan dengan sistem daring kecuali pada zona hijau, yakni kabupaten/kota yang tidak atau belum terdampak Covid-19, pembelajaran tatap muka bisa dilaksanakan pada tahun ajaran baru ini. Masih banyaknya wilayah di Indonesia dengan zona oranye dan merah menandakan bahwasanya masih banyaknya masyarakat yang kurang memperhatikan himbauan dari pemerintah, masih suka berkerumun, mengabaikan physical distancing, tidak menggunakan masker saat beraktifitas di luar rumah, dan tidak jujur untuk melaporkan diri bila terinfeksi atau pernah terlibat kontak dengan kasus positif Covid-19. Hal ini tentunya butuh kepedulian bersama agar tidak menjadi tugas berat yang ditopang oleh tenaga medis dan kesehatan saja, tapi juga penting bagi tokoh-tokoh agama membantu mengedukasi, memberikan himbauan, menumbuhkan positive mindset untuk menggerakkan umat beragama agar pandemi ini segera berakhir.

Melakukan kajian-kajian virtual kegamaan adalah salah satu cara efektif yang bisa dilakukan oleh semua pemeluk agama. Meskipun tempat ibadah sudah kembali dibuka, tapi majelis-majelis atau sejumlah perkumpulan tetap dibatasi karena penularan covid-19 masih rentan terjadi. Karenanya, pemanfaatan teknologi di era 4.0 ini harus dimaksimalkan agar dakwah dan pesan kebaikan yang ingin disampaikan dapat menyeluruh dan menyentuh semua kalangan lintas generasi. Kalau biasanya siaran kegamaan sering dinikmati melalui layar televisi dengan jadwal tayang di pagi atau sore hari, kini dengan adanya platform digital dan media sosial yang bisa live dan ditonton banyak orang, kajian ini dapat dilakukan dengan waktu fleksible dan mudah diakses dimana saja. Terlebih lagi, penggunaan smartphone, si ponsel pintar yang hadir dengan beragam aplikasi dan fitur menarik, membuat penggunanya tak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari. Dari sini, spiritualitas harusnya bisa dibangun untuk membangun umat yang lebih berkarakter.

Dilansir dari inet.detik.com, berdasarkan data penelitian We Are Social tahun 2020 menunjukkan bahwa terdapat 175,4 juta pengguna internet di Indonesia. Dibandingkan dengan tahun lalu, lonjakan pengguna internet di negeri ini bertambah sebesar 17% atau sekitar 25 juta jiwa. Dari total populasi yang berjumlah 272,1 juta jiwa, maka itu artinya 64% atau setengah penduduk RI telah merasakan akses ke dunia maya dan 160 juta diantaranya adalah pengguna aktif media sosial. Adapun media sosial yang paling banyak digandrungi oleh warga net Indonesia dari tingkatan teratas adalah YouTube, WhatsApp, Facebook, Instagram, Twitter, Line, FB Messenger, LinkedIn, Pinterest, We Chat, Snapchat, Skype, Tik Tok, Tumblr, Reddit, Sina Weibo. Artinya, kecanggihan teknologi inilah yang harusnya bisa dimanfaatkan oleh umat beragama untuk saling menebar banyak manfaat dengan membuat konten-konten positif yang bisa meningkatkan keimanan terhadap agama dan kepercayaan masing-masing.

Pemanfaatan teknologi diibartakan seperti dua mata pisau yang keduanya memiliki peran sama besarnya baik itu dari sisi positif dan negatif, yang kemudian memberikan pengaruh terhadap perubahan hidup dan sifat manusia. Kita ambil contoh Tik Tok. Setelah sempat diblokir oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada pertengahan Juni 2018, Tik Tok menjadi semakin hype di Indonesia. Dengan aplikasi ini, pengguna dapat membuat konten video apapun dengan latar belakang musik dan diikuti dengan gerakan-gerakan anggota tubuh supaya terlihat menarik untuk ditonton. Kemudian, video unggahan tersebut dapat diberikan komentar ataupun hanya sekedar like. Hal ini tentunya tidak berdampak positif terlebih kepada anak-anak yang juga kecanduan membuat konten-konten dewasa sebagai hiburan. Oleh karena itu, pendampingan orang tua dan literasi teknologi sangat diperlukan untuk memfilter penggunaannya menjadi benar-benar bermanfaat tanpa merugikan dan berdampak buruk terhadap tatanan kehidupan.

Kajian-kajian virtual lalu menjadi alternatif untuk membersamai umat saat ini.  Berbagai polemik yang terjadi dan penyelesaian wabah ini tentunya juga harus didampingi dengan sisi religi. Kemudian, penggunaan teknologi juga harus memperhatikan banyak aspek sehingga kebebasan bertingkah laku dan berkekspresi yang sering kita saksikan dibeberapa media sosial tidak kemudian menjadikan hidup bak layang putus mengawang di langit atau menjadi latah dalam mengikuti tren yang sedang berkembang. Setiap aplikasi apapun yang digunakan akan bernilai tinggi bila diprioritaskan untuk kebaikan dan akan bernilai negatif bila membuat penggunanya menjadi lupa waktu dan mengajak pada hal yang membawa kemudhorotan. Sehingga, turbulensi kehidupan kekinian perlu dihadapi dengan kesiapan diri dengan berpijak kepada nilai-nilai spiritual dan universal.

*Penulis adalah dosen pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin