Melawan Radikalisme Dengan GLS

Oleh  :  Ahmad Syawqi

Isu radikalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Radikalisme yang berarti paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara ekstrem, kekerasan atau drastis, perlu diberikan pemahaman yang jelas kepada masyarakat. Disinilah peran lembaga pendidikan  dan lembaga informasi seperti perpustakaan seharusnya dapat memberikan informasi yang benar dalam menangkal radikalisme yang dinilai membahayakan bagi ummat.

Sekolah termasuk perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan yang berfungsi melahirkan anak didik dituntut untuk melakukan sebuah gerakan dalam melawan isu-isu terkait radikalisme. Salah satu upaya menumbuhkan budi pekerti siswa, pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anis Baswedan di Jakarta 18 Agustus 2015, telah mencanangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. GLS ini bertujuan agar siswa memiliki budaya membaca dan menulis serta menumbuhkan kemampuan siswa untuk memahami dan menggunakan bentuk bahasa tertulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat. Dengan adanya GLS ini maka seluruh siswa sekolah di Indonesia diwajibkan untuk selalu membaca selama 15 menit sebelum pelajaran jam pertama dimulai.

Bangun Tradisi Iqro’

Yang menarik dari GLS ini adalah kewajiban untuk membaca buku 15 menit sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini tentunya sangat bagus dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca bisa disesuaikan keperluan  siswa yang berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik. Disamping itu melalui GLS ini, para guru bisa memberikan infomasi bacaan secara langsung terkait isu-isu radikalisme dan memanfaatkan perpustakaan sebagai media informasi yang membantu siswa dalam memberikan informasi yang benar terikat isu radikalisme yang menyesatkan umat.

Adanya GLS tentunya sangat sejalan dengan ajaran Islam yang ayat pertama kali turun dalam Al-Qur’an memerintahkan umat Islam untuk selalu melakukan Iqro’! Bacalah. Kita disuruh membaca. Membaca apa? Membaca buku dan alam ini dengan seluruh ciptaanya untuk menjadi pelajaran bagi kehidupan manusia.

Membangun tradisi membaca tentunya harus dimulai dari lembaga pendidikan terkecil yaitu keluarga (rumah tangga). Al-bait madrasatul ula, rumah adalah sekolah pertama dan utama bagi anak. Jika melihat di negara Jepang, maka mereka telah memberlakukan gerakan “20 Minutes Reading of Mother and Child”. Gerakan ini menganjurkan seorang ibu untuk membacakan anaknya sebuah buku yang dipinjam dari perpustakaan umum atau sekolah selama 20 menit sebelum anaknya pergi tidur.

Setelah di keluarga, maka lingkungan berikutnya adalah sekolah dan masyarakat. Selain itu para guru dalam cara mengajar harus dirubah, sejak dari TK sampai perguruan tinggi. Misalnya guru bisa saja mengajar anak pergi ke toko buku dan perpustakaan.  Lalu anak disuruh membuat laporan dari buku yang mereka baca. Semua ini secara simultan harus dilakukan sehingga dengan tradisi membaca yang kuat akan lahir generasi yang cerdas beriman yang mampu menangkal informasi negatif tentang radikalisme.

Peran Pustakawan

Adanya GLS di sekolah, tentunya harus di dukung oleh keberadaan perpustakaan dengan melibatkan para guru dan pustakawan sebagai pengelolanya. Sebagai salah satu layanan publik yang dapat berperan memfasilitasi layanan informasi termasuk masalah radikalisme untuk masyarakat pembacanya, perpustakaan mempunyai peran strategis untuk berkontribusi dalam menangkal isu-isu terkait dengan radikalisme

Pustakawan sebagai orang yang bekerja di perpustakaan sangat dituntut untuk menyajikan informasi yang aktual. Tugas seorang pustakawan adalah sebagai pembawa atau penyampai berita atau informasi serta pengetahuan.  Dalam pengembangan tugas ini pustakawan sangat berperan untuk memandu masyarakat, ummat dan pemustaka untuk mendapatkan informasi yang benar, seperti halnya berita-berita atau informasi tentang radikalisme yang saat ini ramai dibicarakan.

Nabi Muhammmad SAW sangat menghargai seorang pustakawan yang diibaratkan sebagai AKTOR utama yang menjadi mediator dalam pencarian ilmu dengan pemustaka. Sabda Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Muslim (no. 2699), Ahmad (II/252, 325), Abu Dawud (no. 3643), At-Tirmidzi (no. 2646), Ibnu Majah (no. 225), dan Ibnu Hibban (no. 78-Mawaarid), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, menyebutkan yang artinya: “Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi seseorang dalam meraih ilmu, maka Allah akan memudahkannya dalam meraih jalan ke sorga”. Hadis ini menggambarkan betapa mulianya profesi seorang pustakawan yang tentunya menjadi aktor dalam mencerdaskan manusia dari ketidaktahuan menjadi orang yang tahu berilmu pengetahuan.

Bayangkan, ketika orang yang datang ke perpustakaan, kemudian ia mencari informasi yang sangat diperlukan, seperti tentang isu radikalisme, tentunya bisa bertanya dengan pustakawan yang ada di perpustakaan tersebut. Orang yang berkunjung ke perpustakaan tentunya mereka yang haus dengan ilmu atau informasi yang diperlukan. Era kepustakawanan saat ini ditandai dengan adanya ledakan informasi (information explosion) baik dalam bentuk media cetak maupun elektronik. Ledakan informasi tersebut dimaksudkan sebagai era informasi yang terbuka dan tak terkendali, semua orang memiliki hak untuk menyampaikan informasi yang palsu, bathil, hoax yang mirip dengan informasi yang benar, haq.

Kehadiran pustakawan di era ledakan informasi ini menjadi sangat krusial karena tanpa dengan kontribusi dari mereka, pemurnian informasi dan pengetahuan yang tersebar bebas di berbagai media, akan berpotensi untuk melahirkan kekaburan dan kebingungan masyarakat dalam mendapatkan informasi yang valid dan handal. Hal ini sejalan dengan yang diajarkan oleh Islam agar selalu melakukan tabayyun (check and recheck) seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 6, artinya “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kamu seorang fasik membawa suatu berita, maka bersungguh-sungguhlah mencari kejelasan agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa pengetahuan yang menyebabkan kamu atas perbuatan kamu menjadi orang-orang yang menyesal”. Melalui GLS kita berharap akan melahirkan generasi yang cerdas dan hadirnya pustakawan bisa menjadi penerang informasi yang haq dan bathil bagi masyarakat melalui penyediaan sumber bacaan yang dapat memfilter terhadap isu radikalisme.

*Penulis adalah Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin