Mau Revisi UU Haji, Komisi VIII DPR RI Minta Kajian UIN Antasari
Penyerahan kenang-kenangan dari UIN Antasari kepada Komisi VIII DPR RI (Foto:Humas/Achmad Magfur)
BANJARBARU – Banyaknya para pakar hukum Islam di Universitas Islam Negeri Antasari, turut mendapat perhatian Komisi VIII DPR RI, yang mengajak untuk ikut mengkaji rencana revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Sebagian pasal di peraturan tersebut dinilai sudah tidak relevan lagi, seiring perubahan regulasi yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi.
Contohnya kuota tambahan dadakan yang diberikan tahun lalu ke Indonesia, yang sayang sekali tidak bisa dimanfaatkan maksimal, lantaran terbentur undang-undang.
“Tahun 2022 yang lalu, setelah kita putuskan, sudah diketok nih, sudah mau berangkat, tiba-tiba dapat 10.000. 10. 000 ini menjadi sia-sia, tidak bisa kita pakai, padahal antreannya di Kalsel saja 36 tahun, bahkan di Sulawesi Selatan berbagai kabupaten ada 40 tahun,” ucap H. Marwan Dasopang, Ketua Rombongan Kunjungan Kerja Komisi VIII, saat Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1443 H, di Asrama Haji Banjarmasin, Rabu (03/11).
Ia pun mengharapkan dukungan dari para akademisi, agar menemukan formulasi yang tepat untuk merevisi kebijakan yang ada, sehingga bisa direalisasikan lebih cepat tanpa harus mengeluarkan undang-undang perubahan.
“Kami ingin pemikiran termasuk dari kampus, dari UIN Antasari, kami ingin membuat perubahan beberapa pasal, termasuk apa yang disebut dengan jemaah,” ajak wakil rakyat dari Dapil Sumut II tersebut.
Dalam aturan yang ada, Marwan menguraikan, jemaah di jalur reguler dilayani oleh pemerintah, termasuk pemberian subsidi yang mencapai Rp61 juta. Di jalur ini terbilang ketat birokrasinya, sehingga jemaah yang ada tidak bisa berpindah tanpa ada payung hukumnya.
Oleh karena itu, apabila ada kuota yang tidak terpakai, seperti ada yang sakit, meninggal dunia, membatalkan keberangkatan, atau bonus dari Arab Saudi tadi, bisa dialihkan ke Haji Khusus yang dikelola pihak swasta.
“Kami ingin merubah pasal itu, ketika kuota yang tidak terpakai, bisa digeser ke haji khusus, karena para _travel_ haji bisa mengurus ini dengan cepat, sementara di reguler, harus dirapatkan lagi di DPR,” tegas Marwan yang juga Wakil Ketua Komisi VIII.
Menyambut permintaan tersebut, pihak UIN Antasari mengaku siap menunggu surat resmi dari DPR, agar bisa berkontribusi bagi perubahan UU Haji.
“Terkait dengan terobosan-terobosan yang ingin dilakukan, pada prinsipnya kami mendukung secara akademis,” tegas Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan (AUPK) Dr. H. Akhmad Sagir, M.Ag., saat mewakili Rektor Prof. Dr. H. Mujiburrahman, M.A.
Pihaknya juga mendorong DPR RI untuk gencar melakukan sosialisasi, agar masyarakat memahami kondisi dana haji saat ini, hingga rencana kenaikan biayanya, termasuk tawaran berumrah via pemerintah bagi yang dianggap terlalu tua antre di daftar tunggu.
“Hal-hal yang seperti itu perlu dijelaskan dan dikomunikasikan dengan masyarakat secara baik,” pesan Dr. H. Akhmad Sagir, M.Ag.
Selain di Banjarbaru, Komisi VIII DPR RI juga terbang ke Kota Semarang (Jawa Tengah), dalam rangka peninjauan pembangunan Asrama Haji Manyaran.
(Fur/Ali)
