Hadiri WCIT 2024, Rektor Diwawancarai Eksklusif Media Malaysia
IPOH – World Conference on Islamic Thought and Civilization (WCIT) 2024 yang diselenggarakan Universiti Sultan Azlan Shah (USAS) 29–31 Juli sangat meriah. Dalam rangka menyebarkan informasi kepada masyarakat, panitia menyiapkan satu ruangan khusus untuk awak media guna bisa langsung menyaksikan melalui layar monitor, terkait apa yang dilaksanakan di ruang konferensi. Selain itu, awak media juga mewawancarai sejumlah tokoh, baik untuk rekaman video ataupun berita tertulis.
Rektor UIN Antasari mendapat kehormatan diwawancarai. Pada Selasa (30/07) siang hari, Prof. Dr. H. Mujiburrahman, M.A. diminta wawancara rekaman video dalam bahasa Inggris, dan sore harinya diminta wawancara dalam bahasa Indonesia untuk berita tertulis.
Dalam wawancara tersebut Rektor antara lain menyatakan, bahwa dia sangat mengapresiasi WCIT yang dihadiri para tokoh pejabat negara dan kaum cendekiawan dari berbagai negara. Hadir Sultan Perak, Perdana Menteri Malaysia, Menteri Pendidikan Tinggi Malaysia, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, mantan Menteri Luar Negeri Afrika Selatan, dan banyak lagi cendekiawan serta guru besar terkemuka dari Asia Tenggara, Eropa, dan Timur Tengah.
“Jelas tidak mudah menghadirkan tokoh-tokoh ini. Jadi, ini merupakan suatu prestasi yang sangat layak diparesiasi,” tegas Rektor.
Prof. Mujiburrahman juga menilai, topik konferensi WCIT kali ini, yaitu “Together We Stand: Muslims and Global Humanity”, adalah tema yang sangat sesuai dengan problem-problem kekinian yang dihadapi dunia.
“Pandangan-pandangan yang disampaikan oleh Perdana Menteri Anwar Ibrahim, Sultan Nazrin, Wapres ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, semua mencerminkan keprihatinan atas kondisi dunia saat ini yang masih dilanda perang dan ketidakadilan,” urai Rektor.
Dalam catatannya, Perdana Menteri menekankan pentingnya saling memahami dan pengetahuan sebagai basis untuk mengubah kenyataan yang pahit. Berikutnya, Sultan menekankan masalah ketimpangan kaya-miskin, dan indeks pembangunan manusia yang masih rendah di antara mayoritas negara-negara muslim saat ini, serta pentingnya memperhatikan pendidikan anak-anak sebagai calon pemimpin.
“Tak kalah penting pandangan Jusuf Kalla yang menunjuk kaum muslim Asia Tenggara sebagai contoh keberhasilan mengelola perbedaan, sehingga konflik-konflik berdarah bisa dihentikan,” jelas Prof. Mujiburrahman.
Rektor akhirnya menekankan bahwa pokok keprihatinan semua pembicara, yakni krisis kemanusiaan, merupakan masalah universal yang tak memandang identitas apapun. Manusia adalah manusia, apapun etnis, agama, dan bangsanya, yang harus dihormati dan dilindungi. Menurutnya, slogan fanatis seperti “Right or wrong, my country” (benar atau salah, yang penting negaraku sendiri), adalah slogan yang menyesatkan.
“Mengutip Mangunwijaya, seharusnya “Right or wrong, is right or wrong” (benar atau salah, adalah benar atau salah). Apapun yang tidak sesuai dengan keadilan dan kemanusiaan, harus kita lawan,” pungkas Prof. Mujiburrahman.
(Catatan Perjalanan Rektor)
