Tidak Hanya Sent, Tapi Delivered

TIDAK HANYA SENT, TAPI DELIVERED

Pidato Rektor pada Rapat Kerja UIN Antasari, Senin, 20 Februari 2023

Dalam kesempatan yang baik ini, saya ingin menyampaikan tiga bidang utama, yang harus menjadi perhatian kita ke depan. Tiga bidang ini kita lihat dari kondisi saat ini, lalu tantangan dan peluang yang akan kita hadapi berdasarkan kondisi sekarang itu. Tiga bidang utama tersebut adalah (1) sarana prasarana; (2) budaya akademik dalam pengajaran, penelitian dan publikasi; (3) tatakelola administrasi dan birokrasi.

Di bidang sarana prasarana, kita bersyukur bahwa pembangunan Kampus 2 dengan biaya SBSN dan pendampingan APBN hampir setengah trilyun akhirnya selesai pada tahun 2022. Pembangunan ini adalah hasil perjuangan panjang, dari rektor sebelum saya yang mengadakan lahan dan berusaha mendapatkan anggaran dari Islamic Development Bank (IDB). Kemudian anggaran IDB dibatalkan, lalu saya melanjutkan usaha mendapatkan SBSN dan berhasil. Pada 2018 dan 2019, dilakukan pematangan lahan, dan pada 2020 pembangunan dilaksanakan hingga selesai. Fasilitas Kampus 2 yang terdiri dari 10 gedung dan kolam retensi, sudah mulai kita gunakan mulai semester lalu, dan secara penuh pada semester ini. Pemeriksaan keuangan sudah pula kita lakukan dengan BPKP sebanyak tiga kali, dan sejak minggu lalu hingga Rabu depan, BPK juga tengah melaksanakan pemeriksaan. Mudah-mudahan semua berjalan dengan lancar.

Sebagai kampus baru, wilayah baru dan gedung-gedung baru, tentulah belum sempurna. Namun, apapun kekurangannya, kita wajib bersyukur. Andai kita tidak mendapatkan proyek besar ini, entah sampai kapan kita bisa memiliki kampus yang megah dan canggih seperti yang kita miliki saat ini. Sementara itu, berbagai kekurangan akan kita sempurnakan secara perlahan. Tahun ini, kita akan membangun pagar, demi keamanan. Jalan di depan kampus juga akan dibangun oleh PUPR Kota Banjarbaru. Minggu lalu, saya dan WR-2 sudah menghadap Sekda Banjarbaru untuk memastikan masalah ini. Kita juga berharap, jalan di seputar kampus dapat disempurnakan. Tak lepas dari hal ini adalah penyelesaian tanah yang diklaim keluarga Baso Mohadong. Hasil investigasi Tim Irjen BPN sudah keluar dan memperkuat posisi kita. Kami juga sudah menghubungi BPN Provinsi dan BPN Banjarbaru untuk proses selanjutnya terkait sertifikasi tanah tersebut. Selain itu, sudah ada juga pembicaraan dengan Sekda perihal kandang babi. Mudah-mudahan hal ini bisa diselesaikan. Sementara jalan alternatif, yang dikerjasamakan dengan Pak Muhaimin, kita harapkan bisa tuntas urusannnya tahun ini, khususnya dengan Pemkot Banjarbaru.

Tugas kita yang utama adalah menggunakan, menjaga dan memelihara semua fasilitas yang ada di Kampus 2 itu. Beberapa ruangan di rektorat, tampaknya masih perlu diperjelas. Apakah ada yang perlu dua kantor di Kampus 1 dan 2, atau cukup satu saja di salah satunya. Untuk keamanan dan pemeliharaan, kita sudah mengangkat Satpam dan Petugas Kebersihan. Harapan saya, mereka tetap dikontrol, tidak dilepas begitu saja. Para pimpinan yang ke Kampus 2, jangan hanya masuk kantor saja. Yang bertanggungjawab soal asrama, sekali-kali menjenguk asrama. Yang terkait dengan perpustakaan, juga menjenguk perpustakaan. Yang di fakultas, juga demikian. Penggunaan AC, yang biayanya sangat mahal, harus tertib. Jika keluar ruangan dan tidak dipakai lagi, siapapun wajib mematikan. Ruangan yang ditinggalkan, harus dikunci. Lebih-lebih pengamanan alat-alat mahal di laboratorium fisika, kimia dan biologi. Begitu pula pengamanan alat-alat mahal di perpustakaan.

Adapun di Kampus 1, pembangunan relatif hampir tuntas. Pintu gerbang sudah indah dan megah. Banyak orang yang berkomentar positif bahwa pintu gerbang ini eyes catching, sehingga dapat mengundang perhatian. Kita sengaja membuatnya demikian karena selama ini kampus kita “tertutup” oleh jembatan layang. Paving untuk halaman PSB dan Perpustakaan 1, juga sudah selesai dan rapi. Tinggal ada masalah terkait dengan saluran air yang menghubungkan jalan utama masuk UIN dengan kanal A Yani. Setelah kami cek, salah satu sebabnya adalah pendangkalan akibat lumpur. Selain itu, ada reruntuhan yang menutup saluran itu. Tahun ini, kita akan bersihkan semuanya agar saluran berjalan lancar seperti semula. Perbaikan drainase ini kami usahakan sejak 2019, dan alhamdulillah relatif berhasil. FTK yang sebelumnya langganan banjir setelah hujan, sudah tidak lagi. Begitu pula di halaman Pascasarjana, air hujan juga sudah cepat turun.

Pembangunan gedung di Kampus 1 relatif selesai kecuali Asrama PKU. Untuk asarama PKU yang KDP, insya Allah tahun ini akan dikerjakan PUPR. Kabar terakhir yang kami terima, pembangunannya sudah dianggarkan dan akan dilelang. Adapun bangunan lain seperti FDIK, sudah kita selesaikan tahun 2021 lalu. Kita juga sudah melakukan rehab gedung-gedung FTK, FUH dan FDIK serta Asrama 1 hingga 4. Rencana kita, ruang kuliah yang di ujung dekat Student Centre juga akan kita fungsikan sebagai asrama. Dengan demikian, ke depan kita berharap asrama-asrama itu dapat menampung lebih banyak mahasiswa, dan pengasramaan bisa berlangsung satu semester.

Ada lagi bangunan di Cempaka, yang bisa kita sebut Kampus 3. Di situ ada beberapa bangunan yang dibangun oleh rektor sebelum saya, tetapi tidak berfungsi. Waktu itu, listrik dan ledeng saja tidak ada, dan bangunan rusak. Kita sudah memasang listriknya. Ledengnya mungkin bisa dengan pompa air ke dalam tanah. Ada keinginan menjadikan gedung-gedung itu sebagai sarana karantina tahfizh dan kegiatan pembinaan mahasiswa lainnya. Kita masih mengupayakan pembicaraan dengan Bupati Balangan, yang belum lama ini ada menawarkan bantuan. Mudah-mudahan ada kata sepakat sehingga gedung-gedung itu bisa dimanfaatkan.

Untuk Kampus 1 dan 2, saya mengusulkan agar ditetapkan sebagian ruangan di gedung tertentu sebagai Gedung Kuliah Bersama. Saya usulkan untuk di Kampus 1 adalah gedung PSB. Sedangkan di Kampus 2 adalah beberapa lokal di Laboratorium Terpadu. Dengan cara ini, kita akan semakin terbuka dan tidak saling megklaim. Yang terjadi selama ini adalah, kalau pun dibangun ruang-ruang kelas baru, selalu saja unit tersebut mengaku kekurangan. Tidak mau berbagi dengan orang lain.

Sebagai Barang Milik Negara (BMN), semua fasilitas yang kita miliki harus diadministrasikan dengan rapi, baik secara elektronik ataupun fisik. Jangan sampai terjadi, barangnya ada, catatannya tidak ada, atau sebaliknya, catatannya ada, barangnya entah ke mana. Hal ini berlaku bukan hanya untuk gedung, tetapi juga fasilitas lain seperti kendaraan dan laptop, yang bergerak. Jangan sampai terulang lagi kasus ratusan laptop yang tidak jelas juntrungannya sehingga saya memoratorium pembelian laptop selama beberapa tahun. Untuk itu, perlu manajemen kontrol yang baik. Hal ini dilakukan dari atas ke bawah, mulai Karo, Biro Umum, Dekan, Direktur, Ketua Lembaga, hingga Kabag dan Ketua Prodi. Setiap pertengahan tahun, sebaiknya ada pengecekan keberadaan barang-barang itu. Dan jika ada pergantian pejabat yang memegang barang-barang itu, maka dia harus mengembalikan ke pengelola BMN untuk diserahkan kepada pejabat baru.

Dalam kaitan dengan BMN ini, perlu saya sampaikan juga mengenai penggunaan fasilitas kampus oleh pihak ketiga. Selama ini, kami mengizinkan pihak ketiga itu adalah Koperasi dan Dharmawanita. Hal ini karena kami berpikir, dua lembaga ini mewakili orang banyak, yakni warga kampus, tidak orang perorang. Kami juga berkeinginan agar penyewaan lahan atau tempat ini diurus secara resmi kepada Pusat Bisnis dan dibayar ke negara. Jangan sampai ada yang memanfaatkan fasilitas kampus tanpa membayar kepada negara. Jangan sampai pula, setelah menyewa, disewakan lagi sehingga menimbulkan masalah. Kami juga berharap, semua yang memanfaatkan fasilitas kampus itu tidak hanya mengambil manfaat, tetapi juga memberi manfaat kepada lembaga. Misalnya, apa sumbangan Dharmawanita dan Koperasi kepada kampus? Selain itu, dalam jangka panjang, pengelolaan BMN terkait erat dengan persiapan kita menjadi BLU. Jika BMN terlanjur dimainkan oleh pribadi-pribadi atau orang luar, untuk mengambilalihnya kelak pasti akan repot dan ribut. Sekarang saja, dengan berbagai dalih, ada pihak-pihak tertentu yang memaksa berjualan di dalam kampus tanpa seizin Pusat Bisnis. Tindakan ini tidak saja melanggar peraturan, tetapi juga mengkhawatirkan untuk jangka panjang.

Bidang kedua yang ingin saya sampaikan adalah masalah akademik. Kita sudah menerapkan kurikulum baru, yang mencerminkan empat pilar filosofi keilmuan dan MBKM. Ini perlu dikawal dengan baik. Misalnya, apakah materi yang direncanakan oleh kurikulum baru benar-benar disiapkan atau sekadar tertulis belaka? Kita perlu melakukan pengayaan bahan terkait dengan MK Universitas seperti Bahasa Indonesia (yang isinya menulis akademik); Pancasila dan Kewarganegaraan (yang isinya termasuk fiqh siyasah); Islam dan Kebudayaan Banjar (yang isinya mencakup hasil-hasil riset tentang Islam dalam budaya Banjar, Paribahasa Banjar hingga pengenalan Banjar Corner). Bagaimanakah perkuliah lintas-prodi, lintas-fakultas hingga lintas-universitas?

Yang mendesak juga adalah pedoman Integrasi Ilmu, dan pengayaan Integrasi Ilmu untuk dosen-dosen umum dan keislaman. Program ini sudah tertulis di Renstra, tetapi belum dilaksanakan sama sekali. Saya berharap tahun ini tidak ada alasan lagi bagi kita untuk menunda-nunda. Apalagi kita sudah mengangkat Koordinator Manajemen Kurikulum dan Integrasi Ilmu di LPM. Tim penyusun Pedoman Integrasi Ilmu harus segera dibentuk dan bekerja. Kemudian, kurikulum pengayaan integrasi ilmu segera disusun sebagai pegangan dalam kegiatan pengayaan yang akan dilaksanakan.

Tantangan berat yang kita hadapi dalam bidang akademik saat ini adalah kemudahan teknologi informasi di satu sisi, dan candu yang merusak di sisi lain. Saya pernah bertanya kepada mahasiswa semester 2 saat pembukaan pemondokan asrama di Kampus 2. “Tolong angkat tangan, jawab dengan jujur, siapa di antara kalian yang sudah membaca satu buku di bulan kemarin?” Yang angkat tangan hanya 3 orang perempuan dan 1 orang lelaki, dari ratusan orang yang hadir. Ini sungguh menyedihkan. Jangan-jangan hal serupa juga terjadi pada dosen? Buku apa saja yang kita baca, atau artikel jurnal apa yang kita baca, bulan lalu?

Jika budaya membaca saja sudah lemah begitu, jangan harap budaya menulisnya bagus. Menulis hanya bisa tumbuh dari membaca. Untuk karya ilmiah, menulis bahkan tidak cukup dengan modal membaca saja, tetapi harus ditambah dengan aktivitas penelitian. Karena itu jangan heran jika karya tulis mahasiswa kita kualitasnya rendah. Masih belum banyak yang layak terbit di jurnal terakreditasi. Ironisnya, hal serupa juga ada kemiripan dengan banyak dosen kita. Meskipun dana penelitian tiap tahun digelontorkan hingga 2 miliar lebih, yang menerbitkan di jurnal terakreditasi masih sangat sedikit.

Akibatnya, ketika kewajiban per tiga tahun mau diterapkan, banyak yang ribut dan panik. Ada yang dengan mudah menyalahkan pimpinan, terutama rektor. Katanya rektor tidak membantu penulisan karya ilmiah. Padahal, program Academic Writing sudah berulangkali dilaksanakan. Yang salah siapa? Yang bertanggungjawab menulis itu siapa? Lebih parah lagi jika kondisi ini kemudian mendorong perjokian, membayar orang lain untuk menulis, seperti yang dilaporkan Kompas dua minggu lalu. Dulu orang Indonesia mengeluh, gaji dosen kecil. Ternyata, setelah gajinya dinaikkan, dikasih sertifikasi bahkan tukin, produktivitas akademiknya tetap saja begitu-begitu saja.

Saya mengira, hal ini antara lain karena, kita belum benar-benar menjiwai profesi kita sebagai akademisi. Akademisi itu seharusnya cinta ilmu, suka membaca dan meneliti, dan rajin menulis. Itu sudah nasib seorang akademisi. Tetapi kita masih belum begitu. Kita ini baru bersemangat kalau ada harapan dapat duit, atau diancam gajinya akan dipotong. Karena itulah, pemerintah akhirnya mengambil kebijakan yang tegas. Semua akan kena peraturan kewajiban per-tiga tahun ini, termasuk saya sendiri. Jadi, tidak ada diskriminasi dalam peraturan ini.

Dari sisi kebijakan, kita memang harus mendorong dan membantu penelitian dan publikasi ilmiah ini. Dari segi pendanaan, saya kira dana yang ada jika dimaksimalkan sudah cukup memadai. Gunakan dengan baik untuk penelitian dan mempublikasi. Jurnal-jurnal kita sudah banyak yang terakreditasi Sinta, tinggal dimanfaatkan. Kita berharap dalam waktu dekat, ada juga yang terindeks scopus. Saya menginginkan agar pengelolaan jurnal kita diperbaiki dan ditingkatkan. Orang-orang yang sibuk, sebaiknya tidak mengurus jurnal secara langsung. Tahun ini, sesuai amanat rapat AIUA tahun lalu, rencana kita kan membuat jurnal internasional baru berjudul “Studies of Nusantara Ulama.” Untuk pengelolaan penerbitan ini, kita sudah mengangkat Koordinator Penerbitan, Rumah Jurnal dan HKI di LP2M. Kami berharap, Antasari Press dikelola secara profesional. Ada proses review dan editing yang standar. Dana penelitian dan penerbitan yang dianggarkan fakultas atau pascarjana tidak kita hapuskan, tetapi proses seleksinya harus melalui LP2M agar lebih profesional dan terbuka.

Agar kita benar-benar menjaga integritas ekosistem akademik di kampus kita, maka kita harus segera membuat peraturan terkait pencegahan plagiarisme dan perjokian. Sejumlah peraturan yang sudah ada, bisa diadaptasi untuk dibawa ke rapat senat dan dijadikan Keputusan Rektor, yang mengikat kita semua. Selain rambu-rambu, peraturan itu juga menetapkan sanksi bagi yang melanggar, dan proses penetapan sanksi yang jelas. Cek plagiarisme sebaiknya dilakukan oleh setiap mahasiswa untuk naskah skripsinya melalui Turnitin. Lebih baik lagi jika dilakukan untuk makalah ilmiah, khususnya bagi mahasiswa pascasarjana. Kita juga harus membuat peraturan yang jelas tentang hak dan kewajiban dosen yang menulis bersama mahasiswa. Jangan sampai mahasiswa dizalimi, namanya diletakkan nomor 2, bahkan dihapus sama sekali. Saya juga mengusulkan, skripsi kita tidak usah lagi panjang-panjang. Segera dibuat kerangka acuan, yang penulisannya seperti artikel jurnal sehingga lebih simpel, mudah dibaca dan bisa dipublikasikan.

Dalam kesempatan ini saya juga mengajak kita semua untuk mendorong para mahasiswa mencintai buku dan membaca. Mari kita ramaikan lagi diskusi buku, bedah buku, dan pameran buku. Silahkan dilaksanakan melalui kerjasama dengan penerbit atau toko buku. Kita harus lawan pengaruh media sosial yang mengikis kecintaan membaca buku.

Ketiga adalah masalah tatakelola. Dari segi pengelolaan anggaran, kita masih dapat bertahan sebagai WBK tetapi belum berhasil mencapai WBBM. Bagaimanupun, harus kita syukuri bahwa WBK merupakan suatu predikat yang terhormat, dan tidak mudah mencapainya. Kelemahan utama kita adalah di bidang perencanaan. Renstra kita belum betul-betul diikuti dengan baik. Mungkin banyak di antara kita ini yang tidak membaca Renstra. Ke depan, dengan orientasi kinerja, dan refromasi birokrasi yang menghapus banyak jabatan struktural dan menggantinya dengan jabatan fungsional, kita berharap pola kerja kita makin jelas terencana dengan baik. Tahun ini, tidak ada tawar menawar lagi, SIPAGU harus sudah kita terapkan.Keberhasilan kita dalam layanan elektronik “Salam” menunjukkan bahwa kita bisa. Apalagi, kita akan masuk menjadi BLU. Jika kita tidak bekerja mengacu pada IKU dalam Renstra, maka sulit nanti mengukur remunerasinya. Karena itu, dalam raker kali ini, kita kembali meminta nara sumber tentang pola kerja berbasis kinerja dari Biro Ortala dan langkah-langkah strategis menjadi BLU dari praktisi yang berpengalaman.

Akhirnya, saya ingin menegaskan di sini, apa yang dulu pernah disampaikan Presiden Jokowi. Para pemimpin jangan sampai hanya ‘mengirim’ (sent) perintah, tetapi juga harus memastikan bahwa perintah itu terlaksana (delivered). Kadang-kadang saya heran, pejabat kita ini sekadar main WA saja. Perintah dikirm via WA, jika anak buahnya diam, dibiarkan saja. Kadang-kadang jawaban anak buah ada, tanpa klarifikasi, dikirim lagi ke atasan. Kalau main perintah saja, tanpa dikawal dan dikontrol, saya khawatir banyak program tidak jalan. Pengalaman saya, kadang-kadang saya sendiri selaku rektor harus menghubungi pelaksana di tingkat bawah karena middle manager, pemimpin di tengah, kurang peduli. Saya berharap kita berubah. Mari sama-sama bertanggungjawab dengan penuh. Sebagai pimpinan, sekali-kali kita perlu cek juga ke lapangan, bagaimana keadaan ruang kelas, ruang rapat, asrama, masjid, saluran air, papan tulis dsb. Tidak cukup hanya duduk-duduk saja.

Demikianlah tiga bidang utama yang harus kita perhatikan. Masih ada bidang-bidang lain, yang nanti akan kita bahas dalam evaluasi program prioritas 2023.