Pusat Studi Gender dan Anak UIN Antasari Dukung Penghentian Kekerasan Pada Perempuan dan Anak

Kamis (2018/05/03), Pusat Studi Gender dan Anak UIN Antasari Banjarmasin menyelenggarakan Diskusi Kajian Fikih Perempuan dengan tema “Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Kalsel”. Diskusi  dihadiri oleh dosen juga pemerhati perempuan dan anak yang mengkaji fenomena kekerasan pada perempuan dan anak dari sudut pandang Fikih Islam, Hukum Positif, dan Psikologi. Hadir sebagai narasumber adalah Dr. Habibah, M. A., Dra. Hj. Yurliani, M. H., dan Dina Aprilia, M. Psi. Psikolog.

“Tema ini dipilih karena dari data yang kami peroleh, kekerasan pada perempuan dan anak di Kalsel semakin merajalela dan mengkhawatirkan. Banyak sekali bentuk-bentuk kekerasan seperti perdagangan bahkan pencabulan perempuan dan anak. Sekarang kita rasakan bahwa anak kita tidak lagi aman untuk dibiarkan bermain begitu saja,” ungkap Dr. Fatrawati Kumari, Ketua Pusat Studi Gender dan Anak. Data menunjukkan pada tahun 2016 terjadi 35 kasus dan meningkat menjadi 37 kasus di tahun 2017. Maka dari itu, dirinya berharap bahwa ke depan akan ada konstruksi fikih baru yang berpihak pada perempuan dan anak.

Drs. H. Emroni, M. Ag., sebagai sekretaris Lembaga Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M), menyambut gembira dengan adanya kegiatan ini. “LP2M sangat berkepentingan untuk mendiskusikan masalah anak dan perempuan. Masyarakat kita kurang teredukasi dengan hal ini padahal nyata terjadi di depan mata. Diskusi harus bisa dibumikan tidak hanya di langit saja seperti ini, harus ada sosialisasi pada masyarakat bahwasanya kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak tidak dibenarkan dalam ajaran Islam,” tegasnya.

Dalam diskusi, Dr. Habibah menyebut bahwa perempuan dan anak tidak seharusnya mengalami kekerasan.  “Kekerasan pada perempuan dan anak sering dilakukan orang terdekat. Padahal Islam tidak mengajarkan demikian, justru perempuan itu dimuliakan di dalam Islam. Perempuan dimuliakan di rumah orang tuanya, kemudian juga dihormati di rumah suaminya. Rasulullah SAW sendiri telah mencontohkannya lewat apa yang dilakukannya pada istri-istri dan anak-anak beliau,” jelasnya. Lebih lanjut, dirinya juga menegaskan bahwa anak-anakpun juga kedudukannya terhormat mulai dari lahir diberi nama yang baik sampai diberi pengajaran agama sampai akhirnya dia dewasa. Maka, apabila menjadikan Rasulullah sebagai teladan, tidak akan ada kekerasan terjadi pada perempuan dan anak.

Melalui diskusi diharapkan memberikan wawasan dan pemahaman agar diambil keputusan terkait permasalahan ini sehingga menjadi nilai edukasi bagi masyarakat khususnya di Kalsel agar ke depan tidak lagi terjadi kekerasan. (fdh/humas)