Puasa dan Al-Mahrûm

Puasa dan Al-Mahrûm

Oleh Syaugi Mubarak Seff

Guru Besar UIN Antasari Banjarmasin

Peristiwa bunuh diri  yang menimpa 1 (satu) keluarga pasangan suami istri dan 2 (dua) anak  yang terjadi beberapa hari lalu di bagian belahan Ibu Pertiwi, sungguh menyesakkan dada. Rentetan peristiwa bunuh diri “berjamaah” dalam keluarga menjadi lonceng peringatan bagi nilai-nilai kemanusian.  Bahwa ada sesuatu yang sedang terjadi di tengah-tengah kita.  Peristiwa bunuh diri 1 (satu) keluarga tersebut, sepertinya menjadi gunung es dari beberapa rentetan keluarga yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Setidaknya peristiwa ini tidak bisa hanya dipandang sebagai peristiwa biasa saja, sebagaimana layaknya peristiwa bunuh diri yang terjadi pada seseorang. Ada 2 alasan: pertama: biasanya peristiwa bunuh diri bersifat personal, kedua: peristiwa bunuh diri yang terjadi pada keluarga ini menjadi semacam kesepakatan bersama dari masing-masing pihak anggota inti keluarga. Untuk  yang kedua ini, peristiwa bunuh diri massal biasanya terjadi pada suatu sekte atau sempalan kelompok penganut paham tertentu sebagaimana pernah terjadi pada kelompok Heaven’s Gate.

Ketidakberdayaan seseorang lebih-lebih kepala keluarga dalam mengatasi himpitan hidup menjadi pendorong untuk melakukan tindakan bunuh diri yang kalau mengacu pada teori prilaku manusia (human behavior) Sigmund Freud dikenal dengan istilah unconscious (tak sadar). Ketidakberdayaan  dalam menghadapi problem hidup menjadikan seseorang berbuat nekat bunuh diri. Terlepas dari teori yang dipakai dalam menjelaskan fenomena bunuh diri tersebut, tulisan ini ingin melihat dari sisi lain terkait sudah memudarnya kohesivitas sosial di tengah-tengah masyarakat. Nilai-nilai kohesivitas sosial mengalami degradasi. Problem yang muncul dalam keluarga seakan menjadi problem individual tanpa adanya keharusan orang lain untuk tahu. Sudah saatnya wilayah-wilayah yang dianggap private untuk “dibongkar” lagi definisinya. Selama ini mungkin masyarakat tidak peduli dengan urusan problem yang ada pada suatu keluarga karena itu wilayah private, kecuali orang tersebut yang mau berbagi cerita terkait problemnya untuk selanjutnya mendapatkan solusi dari lawan curhatnya. Ada orang-orang tertentu yang menjaga marwahnya untuk tidak menadahkan tangannya sekalipun orang tersebut layak dibantu. Tipe orang terakhir ini oleh al Qur’an disebut dengan Al-Mahrûm (yang tidak meminta). Dalam normatif ajaran al Qur’an , di dalam harta orang kaya terdapat hak bagi bagi 2 (dua) kelompok yaitu Li As-Sâ`ilîn (yang meminta) dan al mahrûm (yang tidak meminta). Tipikal yang terakhir ini adalah orang yang memang layak dibantu tapi dia tidak “mengobral” kepapaannya kepada orang lain agar mendapat sentuhan bantuan.

Peristiwa tragis bunuh diri dalam 1 (satu) keluarga tentu menyisakan catatan kelam tentang nilai kohesivitas sosial. Beban hidup dirasakannya dalam kesendirian tanpa mau menengadah meminta bantuan kepada orang lain. Pilihan seperti itu menjadi pilihan yang beresiko manakala daya bertahan hidupnya tidak kuat sehingga pada akhirnya memunculkan sikap unconscious. Disinilah kearifan sosial masyarakat di sekitar untuk jemput bola manakala melihat al mahrûm dalam komunitas masyarakat, sehingga  tragedi mengakhiri hidup karena beban hidup  menjadi teratasi. Dalam konteks ini, maka early warning (deteksi dini) menjadi  sangat penting untuk merespons al mahrûm ini. Jangan sampai ada dosa sosial diidap masyarakat karena alasan private membiarkan al mahrûm dalam kesendirian menanggung problem hidup yang  dipicu problem financial. Secara teologis al mahrûm itu sendiri adalah sikap personal yang diapresiasi dalam al-Qur’an di mana dalam harta orang kaya terdapat hak kelompok ini.

Puasa dengan segudang nilai-nilai kemanusian dalam ajarannya memiliki peran penting untuk menghalau tragedi-tragedi seperti di atas terulang kembali. Nilai-nilai  filantropi dalam puasa sejatinya dapat mencegah luka batin yang dapat berujung pada tindakan bunuh diri akibat himpitan hidup yang tidak bisa diatasi. Semoga ibadah puasa menjadi refleksi bagi diri kita sendiri. Selamat Berpuasa.