Menyahuti Kolaborasi dengan Kemenag dan PBNU, UIN Antasari Bantu Pelaksanaan Seminar Sistem Istinbat dan Bahtsul Masail Bersama para Ulama dari 4 Provinsi se-Kalimantan
BANJARBARU – Aula Jeddah Asrama Haji Banjarmasin, Kamis pagi (22/8/2024), dipenuhi audiens laki-laki dan perempuan dengan pakaian putih. Sebagian mereka adalah warga Nahdlatul Ulama (NU) yang menghadiri pembukaan Seminar Sistem Istinbat Hukum Islam dan Bahtsul Masail Metode Penetapan Awal Hijriah, yang digagas oleh Kementerian Agama RI dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Mengikuti instruksi, UIN Antasari membantu pelaksanaan acara.
Rektor Prof. Dr. Mujiburrahman, M.A. dalam sambutannya, menyampaikan rasa gembira bisa melaksanakan kegiatan bergengsi ini dengan kolaborasi yang sangat apik antara PBNU, Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, dan Kantor Wilayah Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, juga Kalimantan Utara.
“Seingat saya, baru kali ini ada kegiatan besar seperti ini,” ungkapnya.
Rektor menyampaikan, bahtsul masail merupakan kegiatan rutin UIN Antasari yang dilaksanakan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M).
“Karena itu, kegiatan ini sangat sejalan dengan spirit keilmuan dan semangat keilmuan yang ada di UIN Antasari, sekaligus silaturrahmi dengan para kiai yang menghadapi masyarakat secara langsung,” ujar alumnus Pondok Pesantren Al-Falah tersebut.
Tak lupa, apresiasi ia sampaikan kepada panitia yang telah bekerja keras demi terselenggaranya kegiatan ini, yaitu LP2M, Bagian Umum Rektorat, serta Pusat Humas dan Keterbukaan Informasi (Pushakin).
Sementara itu, Wakil Ketua Umum PBNU K.H. Zulfa Mustofa menyampaikan, kegiatan ini merupakan rangkaian acara yang dilaksanakan pada 12 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia, salah satunya dengan UIN Antasari Banjarmasin. Ia menjelaskan, bahtsul masail merupakan kegiatan yang sangat penting untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul di masyarakat.
“Bahtsul masail merupakan tradisi yang dimiliki oleh NU,” sampainya.
Di antara yang dibahas dalam pertemuan ini adalah penetapan awal bulan Hijriah, yang di NU menggunakan metode ta’abbudiyah dan ta’aqquliyah.
“NU dalam menetapkan awal bulan Hijriah ada unsur ta’abbudiyah dan ta’aqquliyah,” jelas pimpinan Majelis Taklim Darul Musthofa tersebut.
K.H. Zulfa menguraikan, ta’abbudiyah adalah ketaatan kepada perintah agama, sehingga NU tetap melakukan rukyat meski langit tidak mendukung untuk diamati. Sedangkan ta’aqquliyah, adalah penggunaan metode kekiniaan, lewat perhitungan astronomi dan sebagainya.
Ia juga menyampaikan pentingnya para ulama pesantren bergabung dengan akademisi, agar bisa memahami tentang hukum yang masih bisa didiskusikan dan hukum yang sudah qath’i.
“Supaya para ulama pesantren ini bisa tahu apa saja di kitab-kitab itu yang betul-betul qath’i dan mana saja yang masih bisa didiskusikan,” tegas K.H. Zulfa.
Menyikapi perbedaan pendapat yang sering terjadi di masyarakat, ia menyampaikan pentingnya untuk saling berlapang dada dan tidak perlu ribut.
“Banyaknya pendapat pada hakikatnya akan memudahkan Anda,” pesan Wakil Ketua Umum PBNU.
Di akhir sambutan, K.H. Zulfa menyampaikan terima kasih kepada Rektor dan para Kakanwil yang mendukung acara ini.
Adapun seminar ini menghadirkan narasumber nasional yang juga merupakan pengurus PBNU Dr. K.H. Ulil Abshar Abdalla, M.A., serta akademisi UIN Antasari Dr. Muhammad Iqbal, S.Th.I., M.S.I.
Usai seminar, kegiatan dilanjutkan dengan Bahtsul Masail Metode Penetapan Awal Hijriah yang berlangsung hingga Jumat (23/8). Banyak ulama lokal se-Kalimantan yang hadir turut menyemarakan kegiatan ini. Sekira 300 lebih audiens secara saksama mendengarkan materi.
(Jam/Fur/Ana)
