Media Sosial dan Kamuflase Kebahagiaan

Oleh: Afifah Linda Sari*

Pernahkah terjebak akan tampilan fisik seseorang yang terlihat rupawan dengan pribadi yang menawan hingga kemudian sosoknya menjadi figur dan trend yang menjadi kiblat dalam kehidupan? Bagi kebanyakan pengguna media sosial, disadari atau tidak, seringkali muncul keinginan untuk mengikuti gaya hidup baik itu dari kalangan selebriti ataupun teman dekat yang dianggap lebih baik dari diri sendiri.  Belum lagi unggahan foto dan status yang selalu update teramat sayang untuk dilewatkan, berasa hidup ada yang kurang. Padahal bisa jadi, yang tampak populer dan bahagia ternyata hanya kamuflase belaka.

Kepribadian seseorang dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dari bagaimana dia bersikap, bertutur kata, bertingkah laku, serta bagaimana berinteraksi dengan sesama. Sering kita dapati, teman atau rekan kerja yang terlihat pendiam, tertutup, dan tidak banyak berinteraksi dengan orang lain, tapi ketika berinteraksi di sosial media sosoknya menjadi pribadi yang berbeda, terlihat begitu ramah, simpati, dan bersahabat. Begitu pula dengan keberadaannya, yang terlihat di dunia maya belum tentu sejalan dengan yang terjadi di dunia nyata. Tampak pada unggahan fotonya sering jalan-jalan, kumpul-kumpul arisan, makan mewah di restoran, dan kesibukan-kesibukan lain yang sering memenuhi laman akun media sosialnya. Namun kenyataannya, nobody knows, apakah kebahagian yang ditunjukkan itu memang sebenarnya atau untuk kepentingan publikasi semata. Semuanya sangat mudah berkamuflase, bisa dengan maksud baik atau sebaliknya. Bisa pula dengan tujuan ingin dipuji atau sekedar ingin memunculkan persepsi baik tentang dirinya.

Kamuflase atau pengelabuan sejatinya sudah sejak lama bermula dari nabi Adam ‘alaihis salaam ketika berada di surga. Iblis berhasil mengelabui Adam dan Hawa dengan cara mendatangi mereka dan berkata:

“Wahai Adam! Maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon kekekalan dan kerajaan yang tidak akan binasa?” (QS. Thaha: 120)

Pohon yang disebut oleh iblis dengan nama pohon Khuldi itu tak lain adalah pohon terlarang yang telah diperingatkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk dijauhi karena akan menyebabkan mereka termasuk pada golongan orang-orang yang zalim. Adam dan Hawa terbujuk rayuan Iblis karena menurut keduanya mustahil ada seseorang yang berani bersumpah secara dusta dengan menyebut nama Allah. Seketika itu peristiwa mengejutkan terjadi, aurat mereka berdua terbuka hingga tak mengenakan apa pun dan segeralah keduanya mencari dedaunan untuk menutupi auratnya karena merasa malu dan sedih sekali. Adam dan Hawa sangat menyesali perbuatan yang mereka lakukan, lalu keduanya segera bertobat dan beristighfar meminta ampun kepada Allah.

Bijak Bermedia Sosial dan Tampil Apa Adanya

Motif pengguna media sosial berbeda-beda. Menurut hasil riset sekelompok profesor dari Universitas Bringham Young seperti dilansir pada TribunJogja.com mengungkap motivasi para pengguna facebook sebagai salah satu platform media sosial terbesar menjadi empat tipe. Pertama, sebagai penjalin hubungan, dimana pengguna mengunggah dan merespon postingan orang lain untuk mempererat tali silaturahmi di dunia maya. Kedua, tipe individu yang cuek, dimana pengguna kurang peduli dengan unggahan foto ataupun status dari pengguna lain. Mereka menggunakannya untuk lebih men-share berita terbaru dalam kehidupan mereka. Ketiga, pencari perhatian, dimana unggahan foto, video, dan lainnya diprioritaskan sebagai media untuk promosi diri. Keempat adalah pemerhati, dimana pengguna hanya senang mengikuti aktivitas dan kabar terbaru dari orang lain tanpa sering mengunggah dirinya sendiri di media sosial. Dari hasil riset tersebut, seseorang bisa diidentifikasi lebih condong ke salah satu tipe atau bisa jadi merangkum dari beberapa tipe. Lalu, anda termasuk yang mana?

Menggunakan media sosial dengan bijak dengan mengunggah postingan yang baik tanpa ada perasaan riya’ yang ingin ditunjukkan dan lebih bersifat informatif serta memotivasi orang lain untuk berbuat baik adalah hal baik untuk dilakukan. Begitu pula alangkah baiknya tidak terpancing dengan emosi ketika menanggapi postingan orang lain yang kurang berkenan. Lebih berhati-hati dan santun dalam bermedia sosial juga perlu diperhatikan karena ada undang-undang ITE yang harus ditaati agar tidak terjadi pelanggaran yang fatalnya bisa berakibat sanksi pidana penjara yang disebabkan karena yang bersangkutan dinilai menginformasikan berita bohong, mengancam, dan menyebarkan ujaran kebencian.

Selain itu, kembali ke pola hidup sederhana seperti yang dicontohkan dalam potret kehidupan nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wassalaam menjadi solusi terbaik agar hidup senantiasa tidak diliputi oleh perasaan iri dengki atas kesenangan yang diperoleh oleh orang lain dan lebih bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan mengedepankan hidup sederhana dan tampil apa adanya, tidak berlebihan dan menjunjung tinggi materi akan membuat hidup seseorang menjadi lebih bijaksana, bahagia dengan sebenar-benarnya kebahagiaan, serta dicintai dan disenangi banyak orang.

*Profil Penulis

Afifah Linda Sari lahir di Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada hari pahlawan, 10 November1987. Ia adalah seorang dosen pada Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin dengan bidang keilmuan Bahasa Inggris. Gelar Sarjana ia dapatkan dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada konsentrasi Bahasa dan Sastra Inggris tahun 2010 dan meraih gelar Magister di Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2013 pada program studi Pendidikan Bahasa Inggris. Penulis aktif dalam dunia jurnalistik semenjak duduk di bangku SMA yang ia tempuh selama 4 tahun di Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Sukoharjo, Jawa Tengah dan pernah menjadi Pimpinan Redaksi Buletin eL-Ma’rifah Ma’had Sunan Ampel Al-Aly UIN Maulana Malik Ibrahim Malang tahun 2009. Selain aktif sebagai dosen, penulis juga berkecimpung sebagai Master of Ceremony baik itu dalam event nasional maupun internasional. Melalui artikel-artikel pendek yang banyak ditulis dalam akun Facebook Afifah Linda, ia ingin terus berbagi, memotivasi, dan menginspirasi.