Mazhab Syafi’i Banyak Diterapkan di Negara Serumpun Melayu
Dr. Mohd. Zulfahmi Mohamad, narasumber dari USAS Malaysia (Foto:Humas/Hadi Rustami)
BANJARMASIN – Ada sejumlah teori terkenal terkait asal mula masuknya Islam ke Asia Tenggara. Di antara yang masyhur adalah dari Gujarat. Namun ada pendapat lainnya yang dianggap lebih kuat, yakni dari Timur Tengah, lantaran banyaknya penganut Mazhab Syafi’i di Nusantara, dibandingkan Hanafi yang persebarannya dari India.
Setidaknya hal ini diceritakan Dr. Mohd. Zulfahmi bin Mohammad, Dekan Fakulti Pengajian Islam dan Sains Sosial Universiti Sultan Azlan Shah Malaysia, saat menjadi salah satu narasumber Konferensi Internasional Asian Islamic Universities Association (AIUA), gelaran Universitas Islam Negeri Antasari, di Auditorium Mastur Jahri Kampus 1 Banjarmasin, Selasa (06/12/2022).
“Mazhab Syafi’i, sebagaimana yang disebut, ialah mazhab yang terawal. Hal ini sebenarnya dicatat Ibnu Batuta ketika beliau menginjakkan kakinya ke Kerajaan Samudra Pasai di Aceh, yang mana beliau sendiri mencatatkan bagaimana masyarakat tempatan pada ketika itu merupakan orang Islam yang bermazhab Syafi’i,” jelasnya saat memaparkan materi.
Mazhab ini kemudian mengakar kuat dan menyebar luas, berkat peranan para sultan di masa itu, yang sering mendapatkan dakwah dari para ulama Tanah Arab. Bahkan pengaruhnya sudah mencapai ke berbagai kebijakan yang dilahirkan penguasa, termasuk yang dilakukan pemerintahan Brunei Darussalam sekarang.
“Ini seperti mana yang termaktub di dalam Perlembagaan Negara Brunei Darussalam Tahun 1959, pada perkara 3 kurungan 1: Ugama resmi bagi Negara Brunei Darussalam adalah Ugama Islam, tetapi ugama-ugama lain boleh diamalkan dengan aman dan sempurna oleh mereka yang mengamalkannya. Dan Ugama Islam di sini, di dalam Perlembagaan yang sama, diertikan sebagai Ugama Islam berlandaskan fahaman akidah Ahli Sunnah Wal Jemaah bermazhabkan Mazhab Syafi’i,” jelas Dr. Hafini bin Mahmud, Dosen Universiti Islam Sultan Sharif Ali Brunei Darussalam saat menjadi narasumber.
Namun mazhab ini lebih sedikit dianut penduduk Thailand di bagian utara, karena muslimin di sana kebanyakan berasal dari Tionghoa.
“Jadi, populasi orang Islam di Thailand itu ada Syafii di bawah (selatan, red) dan juga kawasan Bangkok (tengah, red). Di atas sana (utara, red) Hanafi kebanyakan. Kalau di sini ada Hanafi Maliki (bagian timur, red),” urai Associate Prof. Dr. Shukree Langputeh, Wakil Rektor Universitas Fatoni Thailand, ketika memaparkan peta populasi penduduk negaranya.
Thailand juga dikenal sebagai negeri minoritas muslim, sehingga umat Islam di sana terkadang harus menempuh seratusan kilometer untuk Salat Jumat, dan mesti ke daerah tetangga guna mendapat daging halal.
Diyakini, Mazhab Imam Syafi’i akan terus berkembang dan beradaptasi, dengan ulama-ulamanya yang memberikan solusi atas problematika masyarakat, seperti yang dilakukan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari di masa silam, dengan merekomendasikan penggunaan peti untuk penguburan jenazah. Sesuatu tidak biasa, lantaran lahan di Kalimantan Selatan yang kebanyakan rawa, berbeda dengan Timur Tengah yang kering berbatu.
“Beliau uga merekomendasikan kekayaan suami istri harus dibagi dua sebelum dibagi kembali sesuai hukum waris dalam Islam. Kenapa? Karena di sini, baik suami maupun istri bekerja bersama untuk pendapatan keluarga. Saya kira hal ini tidak ditemukan dalam fikih di Timur Tengah,” ungkap Rektor saat memberikan sambutan pembuka.
Di acara ini juga dihadiri banyak pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam se-Indonesia, termasuk dari luar negeri, diikuti pula para peneliti. Semuanya kemudian ikut mempresentasikan hasil riset masing-masing dalam sesi paralel, dengan tema besar “Mazhab Syafi’i di Asia Tenggara: Adaptasi, Transformasi, dan Tantangan Masa Depan.
(Fur/Ali)
