Intelektualitas Hanya Bagian Terkecil

Manusia dulunya danggap sebagai homo sapiens (spesies yang berfikir), anggapan ini ternyata dianggap keliru, Visi baru para ilmuan menemukan, intelektualitas manusia hanya merupakan bagian terkecil dari totalitas kecerdasan manusia.
Kalangan ilmuan menemukan paling minimal tiga dasar kecerdasan dalam diri manusia, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). IQ digambarkan sebagai what I feel (apa yang saya rasa), dan SQ adalah kemampuan menjawab who I am (siapa saya).

Ternyata, pemilik IQ tinggi bukan jaminan untuk meraih kesusksesan. Seringkali ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, pemilik IQ tinggi gagal meraih sukses, karena didukung oleh EQ. Tetapi efektifitas EQ sangat dipengaruhi oleh unsur kecerdasan SQ.Selain itu, dikenal juga kecerdasan interprestasi (Perceptual Q), kecerdasan transendental (Transcendental Q), dan sebagainya. Sinergi ragam kecerdasan ini, biasanya disebut multiple intelligences (kecerdasan berbagai) yang bertujuan untuk melahirkan pribadi yang utuh.

Meski perlu sinergi kecerdasan, tapi kecerdasan spritual merupakan kecerdasan tertinggi. Zohar dan Marshal, mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dari pada yang lain. Sehingga membuat manusia dapat menempatkan diri dan hidup lebih positif dengan penuh kebijaksanaan, kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki.

Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang bisa turun naik derajatnya di sisi Tuhan. Sekalipun manusia ciptaan terbaik (ahsan taqwin), ia tidak mustahil akan terjatuh turun ke derajat “paling rendah” (asfala safilin), bahkan bisa lebih rendah dari pada binatang.Seyogyanya kecerdasan intelektual digunakan untuk memperoleh kecerdasan yang lebih tinggi. Seorang ilmuan yang arif tidak berhenti pada level kecerdasan intelektual, tetapi melakukan sinergi dengan kecerdasan yang lebih tinggi.
Kalangan ilmuan kini semakin sadar, betapa pentingnya manusia kembali berpaling untuk memahami dirinya sendiri lebih mendalam. Sebab hanya dengan mengandalkan kecerdasan intelektual saja manusia tadak akan sampai kepada martabat yang ideal. Berbagai kecerdasan tersebut dipengaruhi oleh aspek biologis, otak, lingkungan, budaya, bahasa, masalah etika, metafisika, hidayah.

Di dalam Alquran, beberapa kata kunci terkait pusat kecerdasan yang dihubungkan dengan unsur manusia, yaitu unsur jasad yang membutuhkan IQ, unsur nafsani yang membutuhkan EQ, dan unsur roh yang membutuhkan SQ.
Kecerdasan spriritual dalam Islam, sesungguhnya bukan pembahasan yang baru. Bahkan masalah ini sudah lama diwacanakan oleh para sufi kita. Menurut Toto Tasmara, ciri-ciri kecerdasan spiritual tersebut adalah memiliki visi hidup bermakna, merasakan kehadiran Allah, berzikir dan berdoa, memiliki kualitas sabar, cenderung pada kebaikan, memiliki empati, berjiwa besar, bahagia melayani.

Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan akan makna dan hubungan dengan yang tak tebatas (Tuhan). Potensi ini diperoleh karena pendidikan, latihan, dan kesungguhan dalam ketaqwaan kepada Allah SWT. Kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan tertinggi menjadi pusat paling mendasar di antara kecerdasan yang lain, karena dia menjadi sumber bimbingan bagi kecerdasan lainnya. Posisi kecerdasan spiritual menjadi sopir bagi semua kecerdasan yang ada untuk hidup bermakna

Oleh:

Dr. M. DAUD YAHYA, MA

Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Antasari Banjarmasin. Ketua Pusat Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan Islam (Pusjibang-PI) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Antasari Banjarmasin.